Saturday, August 18, 2018

100 murid PG/TK Al Huda Karah dengan dresscode merah putih (Boni)
Jambangan Hijau - Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia.(Soekano)

Ungkapan Presiden pertama Republik Indonesia diatas, tak lekang oleh jaman. Momen 73 tahun peringatan hari kemerdekaan RI, belumlah usai. Hampir setiap sudut kota Surabaya euforia masyarakat masih tinggi. Tepat tanggal 17 Agustus kemarin, di setiap kecamatan melaksanakan upacara bendera. Kantor OPD, BUMN, Kampus PTN/PTS dan sekolah-sekolah negeri maupun swasta  menumbuhkan kegiatan nasionalisme dan patriotisme ini terjaga baik. 

Kota Surabaya tak bisa lepas dari sosok Bung Karno, yang memiliki nama kecil Kusno di awal-awal Indonesia merdeka, 73 tahun lalu. Peristiwa 10 November 1945, diabadikan sebagai Hari Pahlawan oleh Sukarno saat masih menjadi Presiden. Bahkan saat memperingati Hari Pahlawan pada tahun 1961, Sukarno berkenan meletakkan batu pertama pembangunan Tugu Pahlawan di depan Kantor Gubernur Jawa Timur, Setahun kemudian saat menjadi inspektur upacara Hari Pahlawan di Surabaya, Sukarno meresmikan Tugu Pahlawan. Baru berselisih 13 tahun kemudian, Ibukota Jakarta memiliki Monas (monumen nasional), yang diresmikan Sukarno pada 12 Juli 1975.

Sejak kapan rasa nasionalisme dan patriotisme harus ditanamkan?

Pertanyaan diatas selalu menjadi tema di berbagai media sosial kala 17 Agustus diperingati oleh bangsa Indonesia. Di beberapa momen peringatan hari nasional lainnya. Seperti Hari Kebangkitan Nasional, Sumpah Pemuda maupun Hari Pahlawan. Sekolah sebagai tempat terjadinya pendidikan formal paling utama di Indonesia memiliki peran penting dalam proses ini. Anak didik sekolah formal, mendapatkan pelajaran PPKN. Namun, tidak semua anak mendapatkan materi pendidikan kebangsaan di rumahnya. Apalagi siswa yang ayah - ibunya adalah pekerja. Pembantu di rumah, orang tua yang menjadi tempat penitipan utama anak, belum tentu mengajarkan pendidikan nasionalisme tadi. Di luar rumah, di lingkungan bermainnya apalagi. Bentuk permainan yang saat ini banyak beredar diantara anak-anak kita jauh dari konten lokal.Banyak mainan impor dari budaya asing beredar luas diantara anak-anak kita. Khususnya yang berasal dari gawai yang dipegang anak-anak kita. Sebagian besar adalah bentuk permainan yang didesain orang-orang luar Indonesia.

Contoh baik, contoh sifat kepahlawanan yang memicu rasa patriotisme lebih banyak diambil melalui tayangan TV atau dari buku cerita yang dibaca anak-anak kita. Yang memprihatinkan, kalau waktu melihat TV dan membaca media massa tidak dibatasi dan difilter dengan seksama. Acara berita dan berbagai seri yang mengacu pada segmen penonton dewasa, lolos untuk dikonsumsi oleh anak-anak yang belum waktunya melihat dan membacanya. Beruntung, ada sebuah sekolah TK bersama playgroupnya mendesain acara cantik. Jadwal jalan-jalan murid sekolah yang jatuh pada hari Sabtu, dibuatkan tematik dengan baju merah dan putih. Ditambahkan dengan puluhan balon berwarna merah dan putih, menambahkan warna lain dari pemandangan pagi ini. Hari Sabtu, 18 Agustus 2018 dimulai pada pukul 07.00, rombongan murid yang berjumlah 100-an siswa berjalan dengan gegap gempita. Keluar masuk kampung, dengan jarak  1,5 km. Sambil menyanyikan lagu-lagu bertema kebangsaan, seperti Hari Merdeka dan Sorak-sorak bergembira, melengkapi pengajaran nasionalisme dan patriotisme sejak usia dini oleh para guru bagi murid-muridnya. (BNPY)






0 comments:

Post a Comment